Hukum Infotainment

Hukum Infotainment

Gaspol - Fenomena ghibah yang sering dijumpai sekarang ini ialah Infotainment. Yaitu acara televisi yang banyak menayangkan kehidupan selebritis tentu dengan ciri penyampaiannya yang berbeda-beda. Yang mana dari sekian banyak infotainment tersebut memang semua merujuk pada ghibah. Tapi tidak semua pemberitaannya dibahas secara mendalam. Namun, meski dibahas secara mendalam hanya issue-issue saja yang dihasilkan bukan penyelesaian yang sebenarnya.

Membicarakan kesalahan orang lain, bahkan bila yang bersangkutan tidak hadir dengan maksud menyelamatkan seseorang dari gangguan orang tersebut, atau mencari bantuan seseorang untuk memperbaiki kesalahan tersebut, atau merekam keluhan seseorang dengan kewenangan yang ada, dan alasan logis yang lainnya untuk mendiskusikan kesalahan-kesalahan semacam itu tidak dikategorikan berghibah.

Hal itu berarti bahwa ketika kamu menemukan kesalahan orang lain, mereka akan mencari kesalahan kamu pula dan menemukan kesalahan itu di dalam dirimu. Keindahan ayat Al-Qur’an ini tidak lain mengatakan bahwa mencari-cari kesalahan orang lain adalah seperti menemukan kesalahan dalam diri kita sendiri.

Bentuk-bentuk Ghibah

1. Ghibah dalam hati

Seseorang tidak boleh menceritakan kesalahan orang lain, juga tidak boleh memikirkan dan menduga-duga walau di dalam hati. Berprasangka buruk menegenai seorang muslim tanpa dasar yang jelas, adalah berghibah dalam hati. Dikatakan berghibah karena seorang muslim tidak boleh berpikir buruk mengenai muslim lainnya, kecuali ia tahu pasti bahwa saudaranya tersebut telah melakukan perbuatan keji yang tidak bisa dimaafkan maupun diberi pembenaran.

2. Ghibah dengan lisan

Ghibah sering dilakukan dengan lisan. Banyak orang entah disengaja ataupun tidak sering kali manusia lupa akan keharaman ghibah sehingga mereka menganggap remeh dan melakukan hal itu setiap hari. Dalam artian bahwa manusia seringkali menggunjing bahkan memperolok-olok saudara mereka dengan omongan meskipun itu benar adanya.

3. Ghibah dengan tulisan

Bentuk lain ghibah adalah tulisan, sebab pena adalah lidah kedua. Hal ini terjadi ketika seseorang lewat tulisannya menceritakan orang lain walaupun ia mengungkapkan kebenaran. Ini termasuk ghibah dan dia disebut mughtab, penggunjing. Dengan bergunjing berarti dia tidak mematuhi Allah SWT. dan dia memakan bangkai saudaranya. Dan jika isi tulisannya dusta belaka, dia menyatukan dua hal, yakni ghibah dan kidzb (bohong).

Peristiwa yang terjadi di zaman Rasulullah yang berkaitan dengan ghibah dan tindakan Beliau

Ghibah yang terjadi pada zaman Rasulullah saw sangat beragam, tetapi peristiwa ghibah yang besar sekaligus menjadi fitnah yang sangat dahsyat pada zaman Rasulullah saw adalah Haditsat al Ifki (peristiwa kedustaan) yang disebarkan oleh orang-orang munafik yang menuduh Aisyah ra berselingkuh dengan salah seorang sahabat yang bernama Shofwan bin Mu’athol. Mendengar fitnah tersebut Rasulullah saw mengklarifikasikan masalah tersebut dan turunlah jawaban dari Allah swt yang menyangkal fitnah tersebut dengan menurunkan 16 ayat yang tersebut di dalam QS An Nur: 11-26. Ini menunjukkan betapa dahsyatnya isu bohong yang disebarkan ditengah masyarakat tanpa adanya tabayun terlebih dahulu. Ayat di atas sekaligus sebagai teguran untuk mass media yang suka mengumbar isu.

Hukum menonton dan mendengar acara infotainment yang bernuansa ghibah menurut Islam

Sebelum bicara masalah hukum menonton  dan mendengar acara infotainment, harus diketahui dulu hukum dari infotainment itu sendiri. Hukum infotainment tergantung kepada konten atau isinya, jika berisi sesuatu yang bermanfaat dan mengandung nilai-nilai pendidikan, serta pengalaman-pengalaman yang berharga, tentunya boleh dan dianjurkan. Tetapi sebaliknya jika isinya hanya mengungkap keburukan-keburukan seseorang yang belum tentu benar adanya, maka hukumnya haram.

Selain tercela, perbuatan itu merupakan dosa besar. Rasulullah bersabda: Siapa yang menutupi aib seorang muslim maka akan ditutupi aibnya di dunia dan di akhirat (HR Ibnu Majah Juz II/79, shahih).


"Siapa yang mengajak kebaikan maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun, dan siapa yang mengajak kesesatan maka baginya dosa seperti dosa yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun, HR Muslim 2674," jelas Ustaz Muhith Marzuqi menyebutkan hadis dari shahih Muslim.

Ia juga menjelaskan firman Allah yang artinya: Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi shodaqoh atau berbuat ma`ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia (QS An Nisa: 114).

Bahkan Nabi Muhammad juga mewanti-wanti kepada umat muslim untuk menutupi rahasia (kejelekan) sudara muslim lainnya. Dalam sabda Rasulullah disebutkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu yang artinya

"Tahukah kamu apakah ghibah atau menceritakan aib orang lain itu? Maka para sahabat menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih tahu."

Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menerangkan: Yaitu kamu menyebut saudaramu dengan sesuatu yang dia benci? Maka ada sebagian sahabat yang bertanya:

Beritahukan kepada kami, bagaimana jika yang saya katakan ada padanya? Beliau nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: Jika yang kamu katakan ada padanya, maka kamu telah berbuat ghibah, dan jika tidak ada padanya apa yang kamu katakan maka kamu telah berdusta padanya (HR. Muslim).

Dari penjelasan di atas telah banyak larangan-larangan yang bersumber kepada Al Qur'an dan As Sunnah tentang membuka aib orang lain.


Secara psikologis, membuka dan membicarakan aib orang lain merupakan gangguan kepribadian yang harus segera diobati. Sebab jika tidak segera diatasi maka akan memunculkan penyakit hati dan berujung kepada kekufuran. [Penyuluh Agama Petir]

 

Subscribe to receive free email updates:

Data Covid-19 Update